Social Icons

HARI YANG MENYEBALKAN

Reza suka sekali bermain bola bersama teman-teman sekolahnya. Karena dia terlampau suka, salah seorang pemain sepak bola dunia bernama Chamerlain dijadikan bintang favoritnya. Tak salah ketika Arsenal bermain, dia akan melupakan kegiatan rutinnya, yaitu tidur pada pukul 21.00.
“Ayo tidur sayang. Besok kesiangan mau sekolah lho,” kata mamanya mengingatkan.
Reza tidak peduli. Kata-kata mamanya dianggap angin yang berlalu. Malam itu, dia tidak mau ketinggalan pertandingan antara Arsenal dan Manchester United. Waine Roney salah satu pemain Manchester United menjadi bintang favorit Nunu, teman sekelasnya.
“Reza denger mama nggak?” kata mamanya sambil menghampiri Reza di sofa.
“Tapi, Ma. Kalau cuma Reza yang nggak nonton, sementara Nunu nonton, pasti besok aku dikerjain lagi. Nanti aku dibilang anak kecil.”
“Iya kan kamu memang masih kecil sayang,” kata mamanya lagi mengusap kepalanya.
“Reza udah gede,” kata Reza kepada mamanya.
“Iya, Reza kalau udah gede mestinya nurut sama perkataan mama.”
“Aku mau nonton dulu,” kata Reza sedikit berteriak.
“Tapi, Reza harus janji sama mama. Babak pertama Reza harus bobok.”
Reza diam. Dia tidak hanya mengangguk dan mulutnya hanya manyun.
Akhirnya, di depan tivi berukuran 27 inci itu Reza menonton bola sendirian. Ayahnya yang seorang penjual pohon hias memang tidak suka dengan bola. Wajar jika Reza selalu menonton bola sendirian sampai larut malam.
Pertandingan semakin asyik dan seru. Reza lupa kalau pada jam 23.45 itu, di babak pertama pertandingan antara Arsenal dan Manchester United, dia harus tidur.
Malam itu, Reza sendirian di depan tivi. Semilir angin malam masuk melalui celah-celah jendela. Lelaki yang berumur sembilan tahun itu sangat antusias mendukung klub Arsenal. Tengah malam Reza tertidur. Pertandingan kedua klub pada liga Inggris itu, selesai dengan sendirinya. Dan sekarang tivi menonton Reza yang tertidur lelap.
**
Reza bangun kesiangan. Dia bergegas berangkat sekolah dengan buru-buru dan tanpa pamit ke mamanya. Diambilnya sepeda di belakang. Di tengah jalan, tiba-tiba ban sepedanya bocor. Sial sekali Reza.
Betapa pun baiknya guru matematikanya pagi ini, Reza tetap tidak berani melanjutkan perjalanan ke sekolah dengan menuntun sepeda. Jika terlambat ke sekolah, Reza hanya hanya takut menghadapi Pak Satpam yang berkumis tebal. Jika memutar arah dan kembali ke rumah, sosok mama di pikiran Reza akan muncul kemudian marah-marah karena banyak kesalahan yang diperbuatnya.
Reza menepikan sepedanya. Di ujung jalan tampak sebuah rental play station. Dia menuju ke tempat game itu. Tak disangka ternyata Nunu, teman kelasnya juga ada di sana.
“Nunu!” sapa Reza kaget.
Nunu yang sedang asyik menonton beberapa anak seusianya bermain PS, menoleh dan ikut terkejut. “Reza, kok kamu ada di sini juga?”
“Aku kesiangan. Di jalan ban sepedaku bocor. Aku takut pulang ke rumah,” kata Reza.
“Sama. Tadi aku juga kesiangan. Gara-gara semalem ya.”
“Eh, gimana kalau kita ikutan gabung main PS sepak bola?” ajak Reza bersemangat.
“Tapi, kita patungan ya. Soalnya aku cuma punya uang dua ribu.” Nunu menunjukkan uang dari saku bajunya.
“Iya tenang aja.” Reza menarik lengan Nunu dan mengulurkan stick.
Siang itu, Reza dan Nunu baru selesai bermain PS. Saat Reza merogoh saku bajunya, tak ada uang sepeser pun. Dia baru ingat kalau pagi tadi tidak pamitan. Otomatis uang saku tidak didapatkan.
“Yah, gimana dong?”
Reza panik. Nunu pun ikut panik.
“Kalau kalian tidak membayar sewa PS-nya, saya akan laporkan ini pada orang tua kalian!” kata penjaga rental dengan suara tinggi.
Reza dan Nunu sangat takut dengan ancaman tersebut.
“Aku nggak mau tahu. Pokoknya aku udah patungan sesuai janji kita.” Nunu berlari. Dia tidak mau tahu dengan nasib sahabatnya.
Reza yang gemetar, kemudian minta maaf dan berjanji pada penjaga rental akan segera membayarnya. Sepanjang perjalanan menuju rumah, wajah Reza cemberut dan kusut. Sudah tahu mamanya apa yang terjadi dengan anaknya itu.
“Reza, kamu pulang tanpa sepeda?” tanya mamanya di depan pintu.
Reza tak kunjung menjawab.
“Sepeda kamu mana?” tanya mamanya lagi lebih ramah.
“Di rental PS, Ma.” Reza menjawab dengan gugu.
Mendadak mamanya memasang wajah heran.
“Di rental? Kenapa?” selidik mamanya menatap wajah Reza yang menunduk takut.
Reza kecil kemudian berkata jujur kepada mamanya tentang sepedanya yang bocor. Reza mengatakan dengan sesungguhnya kalau dia lebih memilih main PS daripada melanjutkan sekolah atau pulang ke rumah. Sialnya, sewaktu mau bayar uang sewa PS, di saku bajunya tak ada uang sepeserpun.
Mamanya menghela napas. Seharian itu Reza tidak boleh bermain dengan teman-temannya, apalagi sampai bermain bola dengan teman-teman sekolahnya. Reza meminta maaf. Dia bilang akan menuruti perintah mamanya, termasuk tidak menonton bola sampai larut malam.

Jogjakarta, 14 Mei 2013

Tidak ada komentar: